Selamat datang di Blog "Majapahit Nusantara"

Penelitian asal-usul Gajah Mada (versi Babad Bali dan Negarakretagama)

0 komentar

Majapahit NusantaraDalam beberapa artikel telah dikemukakan bahwa kisah Mahapatih kerajaan Majapahit ini sungguh sangat terselimuti kabut tebal. Banyak situs (website) mencoba menuliskan tentang Mahapatih Majapahit ini, namun hasil kupasannya sangat jauh dari memuaskan dan masih banyak mengandung unsur-unsur khayalan dan sangat tidak logis.

Babad Gajah Madha yang berasal dari Bali menuturkan sebagai berikut :

1. Pada Lontar Babad Gajah Maddha dikatakan bahwa orang tua Gajah Mada berasal dari Wilwatikta yang disebut juga Majalangu.
Di sebelah Selatan “Lemah Surat” terletak “Giri Madri” yang dikatakan berada dekat dengan Wilwatikta dikatakan hampir setiap hari Patni Nariratih pulang pergi dari Wilwatikta, mengantar makanan suaminya di asramanya di Giri Madri yang terletak disebelah Selatan Wilwatikta. Hal ini berarti Giri Madri terletak disebelah Selatan Lemah Surat dan juga disebelah Selatan Wilwatikta. Jarak antara Giri Madri dengan Wilwatikta dikatakan dekat. Tetapi jarak antara Lemah Surat dengan Wilwatikta begitu pula arah dimana letak Lemah Surat dari Wilwatikta tidak disebutkan dalam Babad Gajah Mada tersebut.

2. Babad Gajah Maddha menyebutkan tentang kelahiran Gajah Mada, ada kalimat yang berbunyi “On Cri Caka warsa jiwa mrtta yogi swaha” kalimat ini adalah candrasangkala yang bermaksud kemungkinan sebagai berikut:

On Cri Cakawarsa = Selamatlah Tahun Saka
Jiwa = 1 (satu)
mrtta = 2 (Dua)
Yogi = 2 (Dua)
Swaha = 1 (satu)
jadi artinya : Selamat Tahun Saka 1221 atau tahun (1299 Masehi).
Seandainya hal tersebut benar,  maka Mahapatih Gajah Mada dilahirkan pada tahun 1299 Masehi.

3. Mengenai nama Maddha disebutkan sebagai berikut:
Karena malu terhadap gurunya yakni : Mpu Ragarunting, begitu juga terhadap orang banyak, maka setelah kandungan Patni Nariratih membesar, lalu diajak ia oleh suaminya meninggalkan asrama pergi mengembara kedalam hutan dan gunung yang sunyi. Akhirnya pada suatu malam hari, waktu bayi hendak lahir, mereka berdua menuju ke sebuah desa yang bernama Maddha terletak di dekat kaki gunung Semeru. Di desa itulah sang Bayi dilahirkan di sebuah “Bale-Agung” yang ada di Kahyangan (pura/temple) desa tersebut. Bayi tersebut kemudian dipungut oleh seorang penguasa desa Maddha, kemudian dibawa ke Wilwatikta oleh seorang patih dan kemudian diberi nama Maddha. 

Nama Gajah oleh Babad Gajah Maddha sama sekali tidak disebutkan, kemungkinan besar nama gajah adalah nama julukan atau bisa juga nama jabatan (Abhiseka) bagi sebutan untuk orang kuat. Dengan demikian Gajah Mada berarti orang kuat yang berasal dari desa Maddha.

4. Mengenai nama orang tua Gajah Mada, ayahnya bernama Curadharmawyasa dan ibunya bernama Nariratih. Setelah mereka berdua disucikan ( menjadi pendeta) oleh Mpu Ragarunting di Lemah Surat, nama mereka berubah menjadi Curadharmayogi dan Patni Nariratih, mereka berdua kemudian menjadi brahmana.


Keterangan dari kitab Negarakretagama.
Kitab Negarakretagama pada pupuh XIX menyebutkan sebagai berikut :

Tersebut dukuh kasogatan Madakaripura dengan pemandangan indah ;
Tanahnya anugerah Sri Baginda keda Gajah Mada, teratur rapi ;
Di situlah Baginda menempati pesanggrahan yang terhias sangat bergas ;
Sementara mengunjungi mata air, dengan ramah melakukan mandi-bakti.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, jelaslah bahwa tanah perdikan Madakaripura bercorak "dukuh kasogatan" yang artinya memiliki ciri khas agama Budha, dengan demikian dapat dipastikan bahwasanya Mahapatih Gajah Mada adalah seorang pemeluk agama Budha yang taat. Selanjutnya dukuh Madakaripura itu adalah anugerah Hayam Wuruk atas jasa-jasa Gajah Mada. Disamping itu pada lokasi dukuh Madakaripura ini terdapat sebuah mata air alami.

Berikut ini penelitian sejarah Mahapatih Gajah Mada berdasarkan uraian yang terdapat dalam Prasasti Singhasari (Gajah Mada) tahun 1351 M.

Prasasti Singhasari, yang bertarikh tahun 1351 M, ditemukan di Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur dan sekarang disimpan di Museum Gajah, Jakarta. Prasasti ini ditulis dengan Aksara Jawa Kuno. Dari uraian yang terdapat dalam prasasti ini, kita dapat mengetahui kesejarah-an dari tokoh Mahapatih Gajah Mada ini.

Prasasti Singhasari atau lebih tepat disebut dengan Prasasti Gajah Mada ini sepertinya lepas dari pengamatan para arkeolog yang terutama ingin mengungkap kesejarah-an tokoh legendaris Gajah Mada ini. Bahkan lebih jauh lagi banyak muncul berbagai persepsi tentang Gajah Mada ini, yang tentu saja bersumber dari bahan-bahan yang sangat sulit dipertanggung-jawabkan.

Majapahit Nusantara

Prasasti ini ditulis untuk mengenang pembangunan sebuah caitya atau candi pemakaman yang dilaksanakan oleh Mahapatih Gajah Mada. Paruh pertama prasasti ini merupakan pentarikhan tanggal yang sangat terperinci, termasuk pemaparan letak benda-benda angkasa. Paruh kedua mengemukakan maksud prasasti ini, yaitu sebagai pariwara pembangunan sebuah caitya.

Tulisan aslinya :
/ 0 / 'i śaka ; 1214 ; jyeṣṭa māsa ; 'irika diwaśani
kamoktan. pāduka bhaṭāra sang lumah ring śiwa buddha /’ ; /’ swa-
sti śri śaka warṣatita ; 1273 ; weśaka māsa tithi pratipā-
da çuklapaks.a ; ha ; po ; bu ; wara ; tolu ; niri tistha graha-
cara ; mrga çira naks.atra ; çaçi dewata ; bâyabya man.d.ala ;
sobhanayoga ; çweta muhurtta ; brahmâparwweśa ; kistughna ;
kâran.a wrs.abharaçi ; ‘irika diwaça sang mahâmantri mûlya ; ra-
kryan mapatih mpu mada ; sâks.at. pran.ala kta râsika de bhat.â-
ra sapta prabhu ; makâdi çri tribhuwanotungga dewi mahârâ
ja sajaya wis.n.u wârddhani ; potra-potrikâ de pâduka bha-
t.âra çri krtanagara jñaneçwara bajra nâmâbhis.aka sama-
ngkâna twĕk. rakryan mapatih jirṇnodhara ; makirtti caitya ri
mahâbrâhmân.a ; śewa sogata samâñjalu ri kamokta-
n pâduka bhaṭâra ; muwah sang mahâwṛddha mantri linâ ri dagan
bhat.âra ; doning caitya de rakryan. mapatih pangabhaktya-
nani santana pratisantana sang parama satya ri pâda dwaya bhat.â-
ra ; ‘ika ta kirtti rakryan mapatih ri yawadwipa maṇḍala /’

Artinya adalah :

Pada tahun 1214 Saka (1292 Masehi) pada bulan Jyestha (Mei-Juni) ketika itulah
sang paduka yang sudah bersatu dengan Siwa Buddha.
Salam Sejahtera! Pada tahun Saka 1273 (1351 Masehi), bulan Waisaka
Pada hari pertama paruh terang bulan, pada hari Haryang, Pon, Rabu, wuku Tolu
Ketika sang bulan merupakan Dewa Utama di rumahnya dan (bumi) berada di daerah barat laut.
Pada yoga Sobhana, pukul Sweta, di bawah Brahma pada karana
Kistugna, pada rasi Taurus. Ketika sang mahamantri yang mulia. Sang
Rakryan Mapatih Mpu (Gajah) Mada yang beliau seolah-olah menjadi perantara
Tujuh Raja seperti Sri Tribhuwanotunggadewi Mahara-
jasa Jaya Wisnuwarddhani, semua cucu-cucu Sri Paduka
Almarhum Sri Kertanegara yang juga memiliki nama penobatan Jñaneswara Bajra
Dan juga pada saat yang sama sang Rakryan Mapatih Jirnodhara yang membangun sebuah candi pemakaman (caitya) bagi kaum
Brahmana yang agung dan juga para pemuja Siwa dan Buddha yang sama-sama gugur
Bersama Sri Paduka Almarhum (=Kertanagara) dan juga bagi para Mantri senior yang juga gugur bersama-sama dengan
Sri Paduka Almarhum. Alasan dibangunnya candi pemakaman ini oleh sang Rakryan Mahapatih ialah supaya berbhaktilah
Para keturunan dan para pembantu dekat Sri Paduka Almarhum.
Maka inilah bangunan sang Rakryan Mapatih di bumi Jawadwipa.

Dalam masa Jawa Kuno (masa kerajaan Singhasari-Majapahit) sebuah candi atau caitya bagi pemuliaan seorang tokoh (pendharmaan),  selalu dibangun oleh kaum kerabat atau keturunan langsung  tokoh tersebut. Banyak candi pendharmaan yang didirikan oleh anak-cucu sang tokoh, misalnya Candi Jago (Jajaghu) yang pernah dibangun dalam masa Singhasari untuk raja Wisnu-warddhana diperbaiki kembali oleh Mpu Aditya (Adityawarman) dalam masa Majapahit pada kisaran tahun 1265 Saka/1343 M, Candi Sumberjati bagi Nararya Sanggramawijaya dibangun pada sekitar tahun 1321 M dalam masa pemerintahan Jayanagara, dan Candi Bhayalango pendharmaan bagi Rajapatni Gayatri dibangun oleh cucunya, yaitu Sri Rajasanagara (Hayam Wuruk) di sekitar tahun 1362 M. 

Dengan demikian berdasarkan keterangan prasasti Singhasari tersebut nyatalah bagi kita bahwa pembangunan candi Singhasari tersebut adalah atas prakarsa Mahapatih Gajah Mada. Demikianlah dapatlah ditarik kesimpulan sementara bahwa Mahapatih Gajah Mada ini dapat diasumsikan memiliki hubungan yang erat dengan raja Kertanegara tersebut, karena Mahapatih Gajah Mada membangun caitya untuk raja Kertanegara yang pada dasarnya dikenal sebagai sang Bhattara Śiva-Buddha. Selanjutnya dapatlah dipahami mengapa Gajah Mada sangat menghormati Raja Kertanagara, karena raja itu tiada lain adalah eyangnya sendiri (kemungkinan besar), hanya keturunannya sajalah yang dengan senang hati membangun caitya bagi diri sang raja. Kertanagara mungkin sangat menginspirasi Gajah Mada, terutama dalam hal pengembangan konsepsi Dwipantara mandala yang mendorong Gajah Mada mencetuskan sumpah Palapanya. Bagi Gajah Mada, tokoh Kertanagara adalah raja besar yang patut dijadikan teladan, layak mendapat pemujaan dan pemuliaan walaupun dia telah tiada. Demi untuk mengenang kebesaran leluhurnya lalu didirikanlah sebuah caitya atau Candi yang dikenal dengan Candi Singhasari sekarang ini.

Kesimpulan akhir :
Dengan berdasarkan uraian dari Kitab Negarakretagama yang ditunjang dengan uraian prasasti Singhasari tahun 1351 M ini dapatlah disimpulkan bahwa Mahapatih Gajah Mada adalah seorang pemeluk agama Budha yang taat.


Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Link | Link
Copyright © 2013. Majapahit Nusantara - All Rights Reserved
Template Created by Blogging Modify by Majapahit Nusantara
Proudly powered by Blogger