Selamat datang di Blog "Majapahit Nusantara"

Sejarah singkat pendirian kerajaan Majapahit (bagian pertama)

0 komentar

Majapahit NusantaraPendirian kerajaan Majapahit ini tidak dapat dilepaskan dari berdirinya kerajaan Singhasari sebagai pendahulunya. Sejarah berdirinya kerajaan Majapahit ini pada dasarnya mirip dengan berdirinya kerajaan Medang-Kahuripan yang didirikan oleh raja Airlangga. Berdirinya kerajaan Majapahit ini didahului dengan hancurnya kerajaan Singhasari yang pada waktu itu berada di bawah pemerintahan raja Kertanegara. Nararyya Sanggramawijaya selaku pendiri kerajaan Majapahit pada dasarnya adalah menantu Raja Kertanegara ini. Beliau adalah putera Dyah Lembu Tal dan cucu dari Narasinghamurti. Sedangkan Narasinghamurti adalah putera dari Mahisa Wunga Teleng dan cucu dari Ranggah Raja (pendiri kerajaan Tumapel/Singhasari). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan mendasar sebagai berikut : Nararyya Sanggramawijaya secara biologis adalah keturunan dari Ranggah Rajasa pendiri kerajaan Tumapel/Singhasari. Berikut ini adalah silsilah keturunan Ranggah Rajasa tersebut.


Majapahit Nusantara


Nararyya Sanggramawijaya sebagai keturunan Ranggah Rajasa ini diakui langsung oleh beliau dalam sebuah prasasti yang dikenal dengan nama prasasti Balawi berangka tahun 1227 Saka atau 1305 M. Dalam prasasti ini disebutkan bahwa Nararyya Sanggramawijaya dijuluki dengan "yang menjadi pelindung permata dinasti Rajasa". 

Dengan berdirinya kerajaan Majapahit, maka Nararyya Sanggramawijaya menciptakan suatu dinasti baru yaitu "dinasti Rajasa" yang akhirnya menjadi penguasa kerajaan Majapahit sampai dengan era tahun 1389 M, yaitu sampai dengan akhir pemerintahan prabhu Hayam Wuruk (Sri Rajasanagara).
Ada sumber lain yang menyebutkan bahwa pendiri kerajaan Majapahit adalah Rahadyan Wijaya yang diidentifikasikan sama dengan Nararya Sanggramawijaya, dan merupakan keturunan dari Rakryan Jayadarma dari Sunda (sebagaimana disebutkan dalam Pustaka Rayjarayja i Bhumi Nusantara yang ditulis oleh Pangeran Wangsakerta). Sumber ini jelas-jelas bertentangan dengan prasasti Balawi yang dikeluarkan sendiri oleh Nararya Sanggramawijaya, dan oleh karenanya silsilah ini harus dan wajib dikesampingkan karena sumbernya ditulis pada abad ke 17, jauh setelah kerajaan Majapahit runtuh, sehingga keasliannya atau validitasnya patut untuk dipertanyakan.

Pendirian kerajaan Majapahit.
Setelah raja Kertanegara gugur, Singhasari berada di bawah kekuasaan raja Kadiri Jayakatwang dan berakhirlah riwayat kerajaan Singhasari. Salah seorang keturunan penguasa/bangsawan Singhasari yaitu Wijaya, kemudian berusaha untuk dapat merebut kembali kekuasaan nenek moyangnya dari tangan raja Jayakatwang. Beliau (Wijaya) adalah putera Dyah Lembu Tal, cucu Mahisa Campaka atau Narasinghamurti. Jadi beliau masih keturunan Ken Angrok (Ranggah Rajasa) dan Ken Dedes secara langsung. Dari sisi geneologinya, Wijaya masih keponakan raja Kertanegara, bahkan beliau diambil sebagai menantu oleh raja Kertanegara serta dinikahkan dengan puterinya. Sumber kesusasteraan yaitu Kitab Pararaton dan beberapa Kidung lainnya menyebutkan bahwa beliau menikah dengan dua orang puteri raja, sedang sumber prasasti dan Kakawin (kitab) Negarakertagama menyebutkan beliau menikahi empat orang puteri raja Kertanegara (prasasti Sukamrta lempeng IIa dan IIb).

Pada saat pasukan Jayakatwang dari Kadiri menyerang Singhasari, Wijaya ditunjuk oleh raja Kertanegara untuk memimpin pasukan Singhasari melawan pasukan Kadiri yang datang dari sebelah Utara. Kisah pertempuran antara pasukan Wijaya melawan pasukan Kadiri dapat disarikan dari prasasti (piagam) Kudadu, satu di antara sejumlah kecil prasasti yang memberikan cerita sejarah secara panjang lebar dalam bagian samabandha-nya. Kisah pertempuran ini terdapat pula dalam Kitab Pararaton, Kidung Harsa-Wijaya dan Kidung Panji Wijayakrama dengan perbedaan dalam detil jika dibandingkan dengan keterangan dalam prasasti Kudadu.

Prasasti Kudadu ini berangka tahun 1216 Saka (11 September 1294), dikeluarkan oleh Kertarajasa Jayawarddhana (Wijaya) dalam rangka memperingati pemberian anugerah kepada pejabat desa (rama) di Kudadu, yang berupa penetapan desa Kudadu menjadi daerah swatantra. Dengan penetapan ini, maka desa Kudadu tidak lagi merupakan tanah ansa bagi Sang Hyang Dharmma di Kleme. Sebab muasal desa Kudadu memperoleh penghargaan/anugerah raja ialah karena desa ini (Kudadu) telah berjasa memberikan perlindungan dan bantuan bagi raja (Wijaya) pada saat beliau masih belum menjadi raja, dan bernama kecil Nararyya Sanggramawijayapada waktu beliau sampai di desa Kudadu karena dikejar musuh (Jayakatwang).

Baginda sampai mengalami kejadian demikian itu karena dahulu raja Kertanegara yang telah wafat di alam Siwa-Buda (dicandikan di Singosari) gugur karena serangan raja Jayakatwang (Jayakatyeng, Kitab Pararaton menyebutnya dengan nama Aji Katong) dari Gelang-Gelang (Kadiri), yang berlaku sebagai musuh, menjalankan hal yang amat tercela, menghianati sahabat dan mengingkari janji, hendak membinasakan raja Kertanegara di Tumapel (Singhasari).

Pada waktu pasukan Jayakatwang terdeteksi telah sampai di desa Jasun Wungkal, Wijaya dan Sang Arddharaja (anak Jayakatwang yang telah dipercaya oleh Kertanegara) diperintahkan oleh raja Kertanegara untuk menghadapinya. Setelah Wijaya dan Arddharaja berangkat dari Tumapel (Singhasari) dan telah sampai di desa Kedung Peluk, di situlah pertama kali pasukan Wijaya bertemu dengan musuh, bertempurlah pasukan Wijaya dan musuh dapat dikalahkan, serta melarikan diri dengan tidak terhitung jumlah pasukannya yang gugur. Majulah pasukan Wijaya ke desa Lembah, tidak ada musuh yang dijumpai karena semuanya telah mundur tanpa memberikan perlawanan. Pasukan Wijayapun maju terus, melewati Batang, dan sampai di desa Kapulungan

Di sebelah Barat desa Kapulungan itulah pasukan Wijaya bertemu dan bertempur kembali dengan musuh, musuh dapat dikalahkan, melarikan diri dengan menderita banyak kerusakan. Pasukan Wijaya bergerak maju terus dan sampai di desa Rabut Carat. Dan ketika sedang beristirahat datanglah musuh dari sebelah Barat, maka berperanglah pasukan Wijaya dengan mengerahkan kekuatan penuh, musuh dapat dikalahkan serta melarikan diri dengan  kehilangan banyak anggota pasukan. Sepertinya musuh telah habis dan mengundurkan diri. Tetapi pada saat yang bersamaan terlihatlah panji-panji musuh berkibaran di sebelah Timur desa Haniru, merah dan putih warnanya (' .... ring samangkana, hana ta tunggulning satru layu-layu katon wetaning Haniru, bang lawan putih warnnanya ...,' Prof. M. Yamin menafsirkan panji-panji pasukan Kadiri itu berwarna merah-putih). Melihat panji-panji itu bubarlah pasukan Sang Arddharaja, melakukan penghianatan, lari tanpa sebab menuju ke Kapulungan, itulah permulaan rusaknya pasukan Wijaya.

Kesimpulan  : rusaknya pasukan Wijaya adalah karena sebab penghianatan yang dilakukan oleh Sang Arddharaja yang sebenarnya adalah anak dari Jayakatwang (musuh Singhasari/Wijaya).


Bersambung ke ...... bagian selanjutnya.

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Link | Link
Copyright © 2013. Majapahit Nusantara - All Rights Reserved
Template Created by Blogging Modify by Majapahit Nusantara
Proudly powered by Blogger